Tuesday, August 14, 2012

Bentengi Anak Dari Pengaruh Buruk Televisi

Pengaruh TV Pada Karakter Anak
Pembentukan karakter atau mental berawal dari rumah. Hampir di setiap rumah ada televisi, sehingga mau tak mau tayangan televisi ikut menjadi salah satu kontributor pembentukan karakter atau mental anak. Meski demikian, seberapa besar persentase pengaruh tersebut di Indonesia, belum diketahui dengan pasti. Namun, jika melihat kasus-kasus yang muncul, dapat diasumsikan terjadi pengaruh yang signifikan antara tayangan televisi terhadap pembentukan karakter atau mental anak.

Sayangnya, ada orangtua - entah dengan alasan apa - memilih "menyerahkan pengasuhan" anaknya pada televisi. Sebagaimana dari mereka menempatkan televisi sebagai pengalih keonaran anak, keributan dengan anak-anak lain, agar orangtua bisa beristirahat. Mereka tidak sadar, bahwa menonton televisi sebenarnya dapat menghilangkan kesempatan anak untuk mengeksplorasi kegiatan motorik, kegiatan berpikir, dan sebagainya. padahal, pengaruh buruk televisi bisa menjadi sesuatu yang berbahaya bagi perkembangan mental dan kecerdasan anak.

Maraknya tayangan sinetron di televisi tak bisa dilepaskan dari tuntutan dunia bisnis agar laku dan menghasilkan uang. Namun pada akhirnya dampak dari kondisi tersebut membuat orangtua menjadi serbah salah. Oleh karena itu tontonan yang tidak mendidik dan cenderung tidak masuk akal, harus bisa di cut oleh orangtuanya.

Sebaiknya orangtua mengubah kebiasaan anak yang sangat menyukai tontonan televisi, dan mengalihkannya pada kebiasaan membaca buku. Selain dampak negatifnya tidak besar, orangtua juga lebih mudah mengatur dan mengontrol buku bacaan bagi anak. Orangtua hendaknya memberi contoh dengan mengurangi waktu nonton televisi dan menjadi rajin membaca. Dengan begitu, diharapkan akan mempermudah upaya orangtua dalam mengubah kebiasaan anak, karena anak gemar meniru kebiasaan orangtuanya.

Meskipun begitu, sebaiknya anak tetap diizinkan nonton televisi. Namun dengan catatan, orangtua harus mengamati jenis tontonan apa saja yang mendidik. Orangtua juga harus pintar-pintar mensiasati  jam menonton anak. Misalnya ketika ada acara bagus, bisa saja mengatur jam belajar anak, sebelum atau sesudah acara tersebut. tetapi kalau acaranya kurang bagus, bisa memberi waktu belajar bertepatan dengan acara tersebut. Anak tidak akan menjadi kuper karena jam menontonnya dikurangi.

Ada cara lain yang bisa diterapkan agar si anak tidak terlalu suka menonton televisi, diantaranya dengan memberi kesibukan tambahan seperti les renang, les piano, les mengaji atau beladiri. Namun juga perlu diperhatikan bila anak terlalu capek dan nilai sekolahnya menurun maka waktu les bisa dikurangi.

Peran orangtua
Tayangan televisiagian dari  dapat menjadi bagian dari lingkungan belajar yang dibangun oleh orangtua dirumah. Tetapi itu hanya terjadi bila ada peran aktif dari orangtua dalam mendampingi anak menonton televisi.orangtua merupakan guru yang terpenting bagi anak-anaknya, karena mereka belajar yang sesuatu yang penting setiap saat. Anak-anak belajar pada saat bermain, saat berjalan pulang dari sekolah bahkan saat mereka menonton televisi. peran orangtua sebagai guru tersebut waktunya sangat terbatas, karena pola-pola kepribadian dan sikap anak terhadap cara belajar sudah terbentuk, dan sulit diubah setelah anak berusia delapan tahun.

Artinya, tayangan televisi tidak perlu dihindari tapi perlu diwaspadai pengaruhnya. Televisi merupakan suatu medium, apapun isi siarannya, yang mempunyai pengaruh tersendiri pada anak. Yang juga tak kalah penting orangtua juga perlu mewaspadai pengaruh iklan terhadap anak-anak. Para pemasang iklan mengetahui benar peran televisi sebagai medium untuk menjual produk mereka. Mereka juga tahu betul bahwa anak-anak mempunyai pengaruh besar terhadap keuangan keluarga.

Oleh karena itu iklan mengenai mainan, permen, cokelat, makanan kecil, dan makanan siap saji sering menyela acara anak-anak dengan maksud yang jelas yaitu untuk menjual produk-produk mereka kepada anak-anak. Sebaiknya mengecilkan suara televisi ketika sedang iklan karena pengaruhnya iklan jauh berkurang apabila suaranya tidak terdengar. Cara lain adalah dengan mengajak anak untuk mengkritik iklan-iklan yang tidak masuk akal, atau bahkan dengan mengajarkan jurus-jurus periklanan sehingga anak-anak mengetahui dengan jelas tujuan dibuatnya iklan.

Agar tontonan TV memberikan efek pembelajaran yang optimal kepada anak, orangtua harus bisa membuat anak senang, nyaman, dan memahami apa yang ditonton. Bisa saja orangtua mengajak mereka menonton bersama dan memberikan penjelasan tentang apa saja yang mereka tonton. Mengapa boleh ditonton dan mengapa tidak. Apa akibatnya bila dilakukan terhadap orang lain, dan sebagainya.

Menonton bersama pada prinsipnya mesti fun serta ada nilai-nilai yang bisa bermanfaat. Tapi orangtua harus jeli memilih agar tontonan tidak hanya menghibur, namun juga memilih muatan edukatif. Termasuk saat menonton film kartun pun harus jeli memilih. Tak sedikit film kartun yang justru menimbulkan persepsi pada anak bahwa kekerasan adalah sesuatu yang menghibur.

kemudian tentang pemberian label BO, misalnya. Label BO itu hanya akal-akalan stasiun TV untuk tidak bertanggung jawab pada tayangan. Semua orang boleh menonton, seolah-olah tanggung jawab dilemparkan pada orangtua. Padahal muatannya belum tentu pantas ditonton oleh anak-anak. Orangtualah yang seharusnya menjadi filter dan menentukan apakah tayangan tersebut pantas atau tidak.

No comments:

Post a Comment